Archive for Juli 2013

Penjajahan Belanda di Banyumas


Penjajahan Belanda di Banyumas

Kekuasaan Belanda di Banyumas pada awalnya merupakan imbas dari Perang Diponegoro. Ketika Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830, pihak Belanda ternyata minta kompensasi kepada dua kerajaan di Jawa yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Perlawanan Pangeran Diponegoro dalam pandangan pemerintah kolonial bukan semata-mata sebuah perlawanan terhadap kekuasaan kolonial di Jawa, tetapi juga merupakan pemberontakan terhadap raja yang sedang berkuasa di dua kerajaan tersebut. Dengan demikian maka apabila merunut pendapat tersebut usaha pemerintah kolonial menumpas perlawanan Pangeran Diponegoro bukan semata-mata untuk melindungi kepentingan mereka, tetapi juga sebuah usaha untuk membantu raja Yogyakarta dan Surakarta mempertahankan kekuasaannya dari rongrongan pemberontak yang digerakan oleh kerabat kerajaan.
            Setelah perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro bisa dipadamkan (dengan tipu muslihat Belanda), pihak Belanda ternyata menderita kerugian yang amat besar. Dari segi finansial mereka telah menanggung beban untuk biaya perang sebesar F 30.000.000, belum termasuk biaya khusus untuk keperluan militer mereka yang berjumlah tidak kurang dari F 2.000.000. Jumlah korban jiwa selama peperangan tersebut juga luar biasa banyak. Tidak kurang dari 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa serta tidak kurang dari 7.000 serdadu Bumiputra tewas. Kurang lebih 200.000 rakyat Jawa juga tewas, yang menyebabkan penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya seusai peperangan.
            Bagi pemerintah kolonial, usaha menumpas perlawanan Pangeran Diponegoro adalah dalam rangka melindungi kerajaan Yogyakarta dan Surakarta. Oleh karena itu segala biaya dan kerugian yang dikeluarkan oleh pihak Belanda juga menjadi tanggung jawab kedua kerajaan tersebut. Pihak Belanda tidak mau begitu saja melepaskan Surakarta dari persoalan ini, walaupun sebenarnya urusan pemberontakan Pangeran Diponegoro adalah persoalan antara pihak pihak Kerajaan Yogyakarta dengan pihak Belanda.
            Kerugian yang sangat besar yang diderita oleh pihak Belanda hampir seluruhnya dibebankan kepada piha kerajaan. Pihak kerajan sendiri karena tidak memiliki uang yang cukup akhirnya juga tidak mau menebus kerugian yang diderita pemerintah kolonial Belanda dengan jumlah yang sangat besar itu. Akhirnya, sebagai gantinya pihak Belanda minta sebagian wilayah yang selama ini dikuasai oleh pihak kerajaan yaitu wilayah mancanegara barat, yang terdiri dari Banyumas dan Bagelen, dan wilayah mancanegara timur yang mencakup Kediri dan Madiun.
            Sebagai langkah awal untuk pengambilalihan daerah mancanegara, pemerintah kolonial Belanda kemudian membentuk komisi urusan tanah-tanah kerajaan (Commisie ter regeling der zaken) di Surakarta.  Sebagian wilayah Kerajaan Surakarta akan ikut diambil alih oleh pihak Belanda, walaupun sebenarnya Pangeran Diponegoro berasal dari Kerajaan Yogyakarta. Alasan pihak Belanda adalah bahwa selama berlangsungnya perang Diponegoro terpaksa mereka terus-menerus melindungi Kerajaan Surakata.
Namun sebelum diadakan kesepakatan mengenai pengambilalihan tanah-tanah mancanegara tersebut ternyata salah seorang anggota komisi, J.J. Sevenhoven, pada tangal 24 Mei 1830 secara sepihak telah menunjuk Residen Pekalongan M.H. Hallewijn untuk mempersiapkan penyelenggaraan pemerintahan sipil di Banyumas dan distrik-distrik di sekitarnya. Ketika Hallewijn tiba di Banyumas pada tanggal 13 Juni 1830, kepala perwakilan sementara pemerintahan Belanda di Banyumas, Borger, yang merupaka anak buah Residen Tegal van Poel, tidak mau mengadakan serah terima jabatan dengan alasan tidak mendapat perintah dari atasannya. Walaupun demikian ia tetap mau menjalankan setiap perintah dari penguasa yang baru.
Di Banyumas sendiri persiapan pengambilalihan pemerintahan berlangsung terus tanpa seijin Susuhunan di Surakarta. Pada tanggal 15 Juni 1830, Hallewijn minta kepada seluruh bupati di wilayah Banyumas untuk menyerahkan piagam pengangkatanya sebagai bupati dari Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Baru pada tanggal 22 Juni 1830, pemerintah kolonial Belanda mengadakan perjanjian dengan raja di Surakarta. Dengan perjanjian ini maka secara resmi wilayah mancanegara barat diserahkan kepada pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Belanda nampaknya masih cukup baik hati kepada Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta, karena mereka ternyata memberi kompensasi atas diambilnya daerah mancanegara. Pengambilalihan  wilayah Banyumas ditukar dengan kompensasi sebesar F 90.000. Uang tersebut diberikan kepada  pihak Kerajaan Surakarta sebesar F 80.000 dan kepada pihak Kerajaan Yogyakarta sebesar F 10.000. Gara-gara Pangeran Diponegoro kalah melawan Belanda maka wilayah Banyumas harus rela menjadi barang tebusan, atau istilahnya menjadi barang gadaian. Sejak saat ini maka wilayah Banyumas diperintah oleh kekuasaan kolonial Belanda.
Kamis, 18 Juli 2013
Posted by Sulthan

Popular Post

Followers

Mengenai Saya

Foto saya
Hello, my name is Sulthan. In this blog, I'd like to share my knowledges.

Follow me on Twitter!

RifqiHS 2013. Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 2013 INJONESIA- Powered by RifqiHS -